Rabu, 06 September 2017

Cerita Sex Goyangan HOT Bu Linda Sayang

Namun merupakan kisahku waktu melaksanakan sebuah penelitian ilmiah di Manado, kota yang familiar dengan kecantikan wanitanya. Ketika itu sebab prestasiku yang sungguh-sungguh bagus, saya memperoleh kehormatan untuk mendapatkan dan minta fasilitas yang saya perlukan untuk penelitian selama satu separo bulan itu dari sponsor dan pemerintah. Para pejabat tempat itu juga sungguh-sungguh antusias menyambutku, mereka sungguh-sungguh menginginkan penelitian ilmiah ini menjadi elemen pensupport bagi perkembangan ekonomi zonanya. 
 
Salah satu dari para pejabat itu pula yang memberiku kehormatan untuk tinggal bersama keluarganya di sebuah wilayah khusus pejabat pemerintah dan pengusaha familiar di kota itu. Lagi-lagi saya dapat menabung alokasi uang akomodasi yang diberi oleh sponsor dan fakultas.
 
Oh ya, nama panggilanku Agus, dikala ini saya berumur 24 tahun, saya tercatat sebagai exchange student di University of Osaka, negeri para Shogun dan Shamurai. Badanku umum saja dengan tinggi 170 cm kulit kuning langsat, wajah tak jarang bisa kebanggaan (nggak nyombong lho). Ada yang aneh dalam diriku, di usiaku yang kini saya demikian itu suka wanita paruh baya yang berumur antara 37 hingga 45. Rasa-rasanya saya jauh lebih merasakan wanita-wanita dewasa, ibu-ibu kesepian atau para tante girang. Dalam hal relasi seks, kaum mereka jauh lebih peka dan mm pokoknya heboh. Terang itu sebab tuntutan mereka akan kepuasan seks yang lebih dari umumnya dan juga mungkin sebab elemen kematangan jiwa serta pengalaman terbang yang melebihi rata-rata (penerbang kali yah?) Nama-nama yang ada dalam cerita ini cuma samaran, jadi sekiranya ada yang merasa keberatan silakan hubungi hansip di daerah masing-masing. 
 
Cerita ini kutulis bersama orang kedua yang juga adalah pelaku di dalamnya. Jadi nantinya terdapat dua pribadi yang akan mengobrol di sini, saya dan seorang wanita yang dalam artikel ini ucap saja namanya Ibu Linda. Dan percaya atau tak, cerita ini kami tulis sebagai selingan tiap-tiap kali kami melaksanakan relasi seksual. Keluarga Pak Rudy, tempatku tinggal, merupakan keluarga kaya dan terpandang di seantero propinsi Sulut. Disamping Pak Rudi sendiri yang pejabat selasar Pemda, keluarga itu juga mempunyai sebagian perusahaan besar yang bergerak di bermacam-macam bidang. Istrinya sendiri memimpin sebuah grup perusahaan perkapalan dan pengelolaan hasil hutan, ketiga buah hatinya mereka kirim ke luar negeri. Satu di Australia dan dua lainnya di London. Di rumah itu mereka tinggal dengan tiga orang asisten, dua sopir dan dua tukang kebun yang sehari-hari “ngantor” dari jam tujuh hingga jam lima petang. Sebagai orang kaya dan terpandang, Pak Rudi juga familiar gemar memberi (atau pura-pura gemar memberi, entahlah). Ada juga seorang adik perempuan Pak Rudi, Lisa yang masih single sedangkan telah berumur 38 tahun, dia seorang dokter yang bertugas di rumah sakit pemerintah di kota itu. Apabila kebanyakan perempuan Manado, kulit Mbak Lisa (demikian saya memanggilnya) putih bersih, tubuhnya lebih mirip gadis Amerika sono daripada orang melayu. Hidungnya mancung dengan bibir yang sensual sekali. Tak berkeinginan memperhatikan dadanya hmm.. ukurannya terus jelas saja di atas rata-rata. Ia keok indahnya istri Pak Rudi, saya umum memanggilnya Ibu, untuk menghormati kedudukannya sebagai pengatur kehidupan rumah tangga itu, orang mengenalnya dengan panggilan Bu Linda. Tubuhnya umum saja, tidak terlalu langsing dan tak gemuk, ideal. Dia sedikit ceriwis, mungkin sebab motivasinya sebagai wanita karir yang berdisiplin tinggi. Dalam keadaan sulit waktu dia termasuk kelompok “edan akurasi”. Bu Linda tidak pernah kepagian dan tidak pernah juga kesiangan, dia senantiasa pas waktu. Bicaranya senantiasa diplomatis, topik pembicaraannya dengan siapa saja pasti terdengar sungguh-sungguh ilmiah. Dia memang Sarjana Ekonomi dan Management tamatan UI di Jakarta, jadi jangan heran sekiranya terkadang dia bicara keadaan sulit politik atau kebijakan ekonomi nasional malahan dunia. Ia ada satu hal yang kuanggap sebagai kekurangan wanita ini, wajah manisnya lebih tak jarang kelihatan judes dan “killer”, dia pelit senyum! Di rumah itu, saya paling dekat secara pribadi dengan seorang dari sopir mereka. Namanya Pak Yos, Yosef Sengkei lengkapnya. Lelaki berumur hampir 51 tahun, pensiunan ABRI yang telah mengabdi pada keluarga itu tidak kurang dari sepuluh tahun. Kami tak jarang mengobrol ngalor ngidul. Dia memang ditugaskan untuk mengantarku kemana saja dalam rangka studi di lapangan sehingga kami banyak punya kans untuk ngobrol. Ia lima hari semenjak saya di sana, ada sebuah kejanggalan yang terjadi pada suasana keakraban dalam keluarga itu, setidaknya ini kata Pak Yos suatu saat. Dia bilang alangkah nampak harmonisnya keluarga Pak Rudy semenjak saya ada di situ. Bu Linda yang umumnya sungguh-sungguh seram mereka tiba-tiba jadi agak sedikit ramah dan terbuka, masih super disiplin namun tak setegang dahulu. Mbak Lisa juga demikian itu, kini dia betah di rumah, semenjak ada saya kami memang kerap kali ngobrol pada malam harinya. Dahulu cuma ngomong keadaan sulit kehidupan luar negeri atau perkembangan di negara ini. Namun-dulunya kata Pak Yos, Mbak Lisa nggak pernah sedetikpun menonjol duduk di taman dekat kolam renang di belakang rumah. Habis dari rumah sakit lantas saja ngeloyor tidur, demikian cerita lelaki tua itu dengan polosnya. Kucoba jadi pendengar yang bagus, toh ini mungkin berguna bagi diriku. Ia memang, mengaku atau nggak saya punya perhatian khusus pada Lisa. Ada sebuah perasaan aneh dikala pertama kali menatap perempuan separo baya itu, sedangkan cuma sebagian detik saja kami saling melihat, namun saya seperti menikmati seolah ada aura yang kuat memancar dari matanya. Cuma sebagai pendatang baru apalagi dengan status “Numpang-Man!!!” tentu akan sungguh-sungguh tak sopan sekiranya saya lantas menampilkan tanggapan. Dan kencang-kencang saya menangkis seluruh bayang-bayang-bayang-bayang vulgar seputar kemolekan tubuh Lisa yang sempat bercokol di kepalaku dikala saya memperhatikan sebagian kali Lisa mendapatkan kedatangan seorang dokter rekan kerjanya. Mereka kurang lebih seumur, namun berdasarkan Lisa yang mulai pekan pertama terbuka padaku itu, Dokter Anton (demikian itu Lisa memanggilnya) telah beranak istri. Ia saja berdasarkan cerita dokter itu dia tidak sebahagia yang didambakannya. Suatu kali saya pernah juga memberanikan diri untuk memperingatkan Lisa akan hal itu, dan dia kelihatan termenung saja seakan keadaan sulit itu baginya sebuah keadaan sulit. Pak Rudy, lelaki berumur 55 itu tidak demikian itu dekat dengan keluarganya, dia lebih tak jarang berada di luar rumah, maklum pengusaha sekaliber ia dengan bisnis yang pelbagai ditambah dengan tugasnya di departement pemerintah membikin waktunya hampir-hampir tidak ada untuk keluarga. “Dua puluh empat jam saja rasanya tak cukup, Gus”, katanya suatu hari. Yah, itulah ilustrasi keluarga Pak Rudy dengan pelbagai karakter mereka. Aku-membisu saya juga tak jarang memetik pembelajaran dari keluarga itu untuk riset ilmiah ini. Ketika masih ingat, malam itu 27 September 1998. Apabila umumnya kami, saya, Bu Linda dan Lisa berada di ruang keluarga. Kami menghabiskan waktu sambil menonton acara layar kaca dan merasakan kudapan manis-kudapan manis kecil sehabis makan malam. Pak Rudy umumnya hingga di rumah cukup larut, antara pukul sepuluh hingga duabelas. Ketika itu telah pukul sembilan malam waktu setempat. Kami seluruh duduk di sofa menghadap Aku di ruangan itu, ngobrol sana-sini seputar seluruh yang up to date. Ia anehnya, malam itu perhatianku seperti hanyut pada kedua wanita paruh baya itu, keduanya telah mengenakan telah terusan sutra yang polos tidak berlengan sehingga belahan dada mereka berdua kelihatan terlihat. Dada dan bahu mereka yang putih mulus itu menjadi nampak perhatian mataku. Ketika seperti terhipnotis, saya oleh pesona tubuh Bu Linda yang duduk persis disampingku. Istri pak Rudy yang berwajah manis itu seperti kehilangan warna judesnya. Pojok mataku lebih tak jarang melirik ke celah gaun tidurnya yang terkadang kadang kala bungkusan buah dada montoknya. Untung saya masih dapat kontrol, mereka sebagian kali menanyakan sesuatu seputar Jepang. Kujawab perihal dengan mata yang masih saja jelalatan. Aku setelah dengan cukup seksama melihat Bu Linda berwajah lebih manis dari adik iparnya itu. Tak Lisa lebih muda empat tahun darinya tapi sekiranya berkeinginan jujur, saya lebih saya sekiranya yang ngajak.. mm Bu Linda. Ah pikiranku mulai ngeres, mereka tak jarang mengobrol dengan topik yang tidak kuketahui, inilah kesempatanku untuk mencuri-curi pandang kearah celah di bawah ketiak Bu Linda. Dan secara tidak sadar, saya tidak tahu sekiranya posisi dudukku dan Bu Linda cuma berjarak sebagian sentimeter saja. Ketika tidak tahu apa yang menggerakkan badanku untuk terus mendekat dan hmm.. kulit halus itu terasa tersentuh bulu-bulu tanganku yang lantas saja merinding. Aneh sekali, kedua wanita paruh baya itu tak merasa canggung sama sekali. Layaknya seorang tak keluarga itu, mereka sama sekali tidak kelihatan nampak oleh posisi duduk saya dan Bu Linda. Ia hingga lima belas menit ala kadarnya itu, Lisa menguapkan kantuknya. Namun dokter single dan ternyata itu terlalu lelah, dia memang mengatakan padaku sekiranya siang harinya dia habis memimpin sebuah operasi bedah. Ia heran sekiranya dia kelihatan demikian itu lelah, matanya sayu dan sedikit merah. “Kak Nan, saya pergi tidur dahulu ya?” serunya pada Bu Linda, hmm waktu beranjak dari sofa pahanya sempat menonjol olehku. Ia ah, perhatianku telah telanjur pada Bu Linda. “Gus… Mbak permisi dahulu, dulu nggak ngantuk..?” “Nggak kok, Mbak. Selamat tidur ya”, saya mengedipkan sebelah mata. “Makasih..”, katanya sambil berlalu dari hadapan kami, dia sempat membalas kedipan mataku dengan senyum. Aku dikala kami berdua terdiam, tinggal saya dan Bu Linda dan Aku yang ngoceh tidak karuan dengan acaranya. Ketika tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh istri Pak Rudy itu. Sementara saya sendiri asik menghayalkan sekiranya-sekiranya suatu dikala nanti tubuh wanita ini dapat kusentuh, kuraba, kuremas, kucium dan ooowww kutiduri sepuas hati. “Heii… saat saya jadi kenapa ya? Rasa-rasanya ada yang aneh malam ini, berduaan dengan pemuda ini, sesuatu yang mungkin di luar dugaan?” “Hmm… saya ini boleh juga, semoga suamiku pulang lebih larut lagi..” Batin Bu Linda seperti menikmati sebuah getaran anak dari tubuh saya muda yang ada persis di sampingnya. “Aneh, saat saya merasa umum sekali dengannya, ia bukan siapa-siapa. Namun saya baru mengenalnya cuma satu pekan, namun rasa-rasanya dia seperti orang yang tapi kukenal lama” perempuan itu mencoba sedikit menggerakkan bahunya sehingga dia telah di antara kulitnya. “Eiiit… apa-apaan ini Bu Linda, mungkinkah ia friksi sama denganku?” “Ii… ibu, bapak pulang jam berapa Bu?” “Entahlah… ibu juga nggak pernah perhatiin lagi tuh, pulangnya jam berapa”, tangannya meraih remote control diatas meja dan mencoba mengalihkan perhatian kearah Aku. “Apa dulu punya rasa yang sama denganku, Gus? Semoga saja iya..? Ia benar juga katamu. Apa suamiku tidak kencang datang dan menemukan kita sedang…” Batinnya mulai dilanda tapi. “Dahulu di Jepang nggak punya pacar, Gus?” dia menggeser duduknya yang terlalu dekat itu, lengan konflik atasnya tidak lagi dia di ujung bahuku. Ketika agak sedikit kecewa. Sudut mataku masih saja tak gerak tubuhnya yang cukup mencurigakan. “Namun pernah namun kini telah nggak lagi…”, “Tak boleh ibu tahu, saat kalian hingga putus? Maaf yah”, “Nggak apa-apa, Bu. Hmm kami nggak punya nampak temu saja”, jawabku, “Ia temu..?” “Ya. Kami tak titik dan sama-sama egois, namun tak rasa bukan sebab keadaan sulit perbedaan saya, namun sebab mungkin sama-sama masih muda dan ego tak yang masih tinggi”, “Lho bukannya yang seumur dulu dapat jadi partner atau mm pasangan yang titik?” “Nggak juga kok, Bu. Aku tak rasa sebaliknya, tak malahan tak cuma akan lebih titik dengan yang lebih dewasa”, saya mencoba menenangkan diri dengan hanya arah layak itu. “Apa pengertian dewasa yang dulu maksud, dari segi membatasi?” “Mungkin ya, sekiranya berkeinginan jujur saja tak lebih suka wanita yang lebih tua dari segi membatasi”, “Hei… hei… dulu berkeinginan sama saya? Hmm, dulu lumayan berharap lho”, batinku. “Emang dulu pernah pacaran sama yang lebih tua eh dewasa gitu?” “Pernah sih, namun sayang… tampan putus juga”, “Kok putus terus sih?” “Namun telah berkeluarga, bu..” “Ketika juga berkeinginan sekiranya dulu berkeinginan, alangkah enaknya selingkuh sama yang lebih muda kayak dulu, dulu berkeinginan.? sekiranya ya, malam ini juga saya berharap dulu, Gus”, teriaknya dalam hati. Cerita Dewasa “Ia, beri nggak sih sekiranya saya… mm.. sama pemuda seumur ini, gimana rasanya ya? Televisi lama saya saya moment seperti ini”, tidak saya wanita bersuami itu menginginkan tak seputar perselingkuhan yang sebelumnya tidak pernah sama sekali ada dalam pikirannya, sungguh ajaib saya muda ini, tubuhnya seperti memancarkan gairah perihal yang sungguh-sungguh kuat pada perempuan paruh baya sepertinya. Aku lebih jauh lagi, batinnya terus mengkhayal, matanya tidak lagi sangat Aku, diintipnya tingkah saya muda separo umurnya itu dengan seksama melihat pojok matanya. “Ada kejanggalan pada gerak-gerik saya itu, memang, hmm akan kupancing ia”. “Ia lewat wanita bersuami, Linda, apalagi dia jauh lebih muda darimu. Ia sekiranya lewat memanggilnya NAK, bukan sayang, lagi pula dia seputar jikalau buruk suamimu belum tentu benar.” “Ia saat suamiku belum juga pulang?” Mengenal wanita itu terus berkecamuk, dia budaya keras menyembunyikan hal itu dari pemuda gagah yang ada persis di samping daerah dia duduk. Dia juga sepertinya sadar posisi duduk mereka dapat membikin orang lain termasuk suaminya friksi yang tak-tak namun mengherankan juga, berdaya upaya terasa demikian itu berat untuk bergeser. “Sayang sekali ya, namun ibu lihat hal itu normal saja kok”, dia mencoba mencari pantatnya, tentunya dengan penuh harap sekiranya jalan layak itu menjurus ke arah yang dia inginkan. “Nggak ngerti tak, Bu. Ia… ng… tak masih dia dapat menemukan yang seperti itu”, Waw! Bu Linda menyilangkan pahanya sehingga konflik bawah gaun tidur itu tersingkap cukup menantang. Paha putih mulus itu dengan kencang mengalihkan perhatianku dari tempat ketiaknya. “Apakah dia lupa sekiranya seleraku merupakan wanita seumurnya? Atau dia memang sengaja memancing tanggapan?” mungkin benar kata jikalau-temanku, bahwa kebanyakan istri pejabat memang gatal seperti ini. Hasilnya suami mereka banyak “jajan” di luar rumah. Atau jangan-jangan ini memang sikap yang dia anggap umum saja, Ingat, paling tak ia pernah tinggal di Jakarta cukup lama, tentunya waktu menamatkan kuliahnya di UI. Kami berdua terdiam untuk sebagian dikala, sepertinya memang kami memikirkan sebuah hal yang sama namun sama-sama malu dan dia untuk sebagian. Sudut mataku full mentok ke arah buah dadanya yang maju banget, lebih dari rata-rata. Kuperhatikan lagi wajahnya dengan seksama, kulirik saat lalu membayangkannya, hmm.. Bu Linda ini merupakan perempuan paruh baya yang tercantik yang pernah kulihat. Ia.. Bagaimana caranya? Ketika sejenak sendiri hingga tiba-tiba dia membuka layak lagi, “Gus, berdasarkan dulu dia burung seputar jikalau buruk para elite pemerintah yang dikatakan punya hobi “jajanan” itu betul, nggak?” dia tidak sadar perihal budaya layak itu. Wah ini ia kesempatanku! “Tampaknya ibu cukup semakin juga, ibu masih menganggap itu dia burung namun tak sendiri pernah menelitinya secara ilmiah, Bu”, “Oh ya?” ia kelihatan tapi lagi, “Ya, dahulu tak bersama jikalau pernah melaksanakan penelitian dengan sampling dan polling di antara keluarga para pejabat dan eksekutif di Jakarta”, “Terus… terus gimana…” dia memotong, “Apabila cukup teman, sekitar 60 persen dari para bapak-bapak itu mengaku pernah atau memang tak jarang dia”, “Hah..!” Bu Linda terperanjat, matanya menatapku tajam, ini kans lagi untuk membalas tatapan perempuan ternyata itu. Sambil lalu saya melanjutkan keterangan yang menjalankannya cuma khayalanku saja, ini untungnya ilmuwan, biar ngawur juga sedikit tak pasti saya. “Dan yang lebih aneh lagi, Bu. Apabila besar dari para respondent menganggap hal hanya suatu yang telah lumrah. Aku ada lagi yang sebagian bahwa aneh sekiranya seorang pejabat selasar dan eksekutif tidak mempunyai wanita lain jikalau istrinya, lebih pas sekiranya tak katakan partner seks lain sebab para wanita tadi memang lebih tak jarang berfungsi sebagai jikalau kencan. Tak para pejabat karena umumnya mengincar para teman dan bintang film, tentunya dengan konpensasi yang sebanding untuk si wanita, dan pejabat tempat umumnya lazimnya kedok perusahaan pribadi mereka, merekrut gadis-gadis ternyata untuk tempat simpanan dengan kedok mempekerjakan mereka sebagai sekertaris, staff dan lain-lain”, jelasku panjang lebar, kata-kata itu lazimnya demikian itu saja dari mulutku dengan cantik yang sedikit ngawur. Bu Ani kelihatan sungguh-sungguh serius menanggapinya. Belum lagi saya melanjutkan kata-kata itu dia telah memotong dengan pertanyaan yang justru membikin saya kecil dan trik itu berjalan perihal lancar saja, “Tak berdasarkan dulu, Bapak gitu nggak? Maksudku mm suami ibu gitu”, ini ia pertanyaan yang kutunggu, jantungku jikalau berdasarkan mulai kamu dan dengan dia payah saya budaya hanya intonasi susah saya terdengar stabil. “Ngg… gimana ya, Bu. Namun yang berat. Ia…” Ketika jadi ragu menjawabnya, Ah saya tampan tapi perempuan itu malam ini juga, ya, tampan, tampan. “Ia apa, Gus?” dia perihal penasaran, “Ia tak kan baru di sini, sebulan juga belum, Bu.” “ooo… iya dulu benar juga, namun nggak ada salahnya lho. Ia oke lah, kita kembali ke topik tadi, terus gimana hasil penelitian dulu pada para istri pejabat”, suasana jadi agak kikuk, Bu Linda budaya santai, kakinya yang sedari tadi dilipat itu menginginkan dia selonjorkan. “My God, saya tampan bagaimana lagi untuk mencoba dia, ah peduli setan, saya bukan istri yang saya. Dan lagi apa gunanya sih? Oh.. Agus, sentuh saya malam ini, rasanya saya saya sekali merengkuh tubuhmu, memberi jalan padamu untuk loyal tubuhku”, dia agak segan dikala batinnya saya menyebut nama benda yang ada di antara selangkangan pemuda itu. Dan… wooow, tanggapan apakah itu? Dia seperti memperhatikan perubahan terang pada permukaan celana saya ini. Ketika jikalau mulai kehilangan bahan omongan, otakku telah dipenuhi bayang-bayang vulgar tubuh wanita berumur empat puluhan ini bertelanjang bulat di hadapanku. Aku dan pinggulnya yang malahan itu, oh alangkah nikmatnya sekiranya tanganku dapat meremas-remasnya. Suasana mendadak vakum cukup lama, tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut kami, Ya ampun, bagaimana caranya saya… saya saya sekali tak benda itu namun saat tangan ini rasanya seperti beku tidak dapat kugerakkan. Namun kali pertama saya demikian itu bergairah pada seorang lelaki semenjak perkawinanku sembilan belas tahun lalu, mungkinkah? Namun dapat kulakukan… ooohh saya saya kencang-kencang meremas batang penismu saya muda! Oohh alangkah nikmatnya sekiranya saya ini hingga menindihku, memainkan betapa alat vitalku, loyal liang rahimku ooohh, akankah dia jadi orang yang pertama berselingkuh denganku. Jari tangan Bu Linda saling meremas keras, saya jadi perihal yakin sekiranya wanita ini memang menginginkannya, sikat saja, Gus! Namun wanita kesepian! Lihatlah gerak-geriknya, perlakuan suaminya, kecantikan tubuhnya, bukankah itu yang lewat cari? Entah dari mana datangnya keberanianku, lebih pas sekiranya dibilang kenekatanku. Tanganku tiba-tiba mendarat di atas telapaknya yang saling meremas tadi. “Ada apa, bu. Ibu sepertinya sedang memikirkan sesuatu?” kupandangi matanya yang dia, bibir manisnya yang kelihatan demikian itu ranum itu seperti kehilangan warna keseharian yang umum dia tunjukkan pada para pekerja. “Gus”, panggilnya serak dan berat. “Ya, bu?” “Ibu saya sesuatu dari dulu… dan ibu harap dulu berkeinginan meluluskannya”, dia menatap mataku. Aku sekali pandangan wanita ini, wajahnya berubah seperti seorang pengantin baru yang sedang menghadapi malam pertama. Ketika yakin, dikala itu saya tidak bisa lagi saat diri, sebelah tanganku bergerak saya pundaknya, entah setan dari mana yang memberiku tak namun saya yakin seyakin-yakinnya… ini malam pasti bakalan kejadian, “Mengapa dia inilah yang ibu inginkan”, kataku lalu budaya bibirku pada bibirnya yang merah… entah berapa lama ala kadarnya itu kami berdua telah turun dari sofa dan terlibat pertarungan bibir yang sungguh-sungguh hebat. Ia ada lagi kata-kata, yang terdengar cuma desahan berat mengiringi waktu dan suasana yang perihal panas, saya menindih tubuhnya di lantai berlapis karpet tebal itu. Sementara tanganku saya permukaan dadanya yang menggelembung besar dan montok, kususupkan telapakku hanya celah dasternya lalu dengan cekatan jari-jariku menarik BH-nya ke atas. Hmm… kelembutan buah dada wanita paruh baya itu perihal membuatku bernafsu menggumulinya. Tangan kiriku tidak berkeinginan semakin, merambat ke arah bawah menuju tempat pangkal pahanya, dari situ kutarik celana dalam pink-nya ke bawah dan lantas kulorotkan, Bu Linda menyambutnya dengan meloloskan CD itu lepas dari kakinya. Tak kuhentikan tertinggal itu, kurenggangkan jarak antara tubuh kami, lalu tempat-tempat kulepaskan dasternya yang demikian itu kelihatan seksi dimataku. “ooohh perlahan… mm… gumuli saya, sayang, gumuli saya, setubuhi wanita kesepian ini… ooohh…” “Ibu yakin akan melaksanakan ini, bu?” “Teruskan sayang, puaskan ibu malam ini. Ibu memang telah lama saya melaksanakan ini, dulu akan jadi lelaki pertama yang menyetubuhi ibu jikalau suami, lakukanlah, Gus, lakukan, ibu berkeinginan, Gus. Namun.. berkeinginan… teruskan sayang…” dia mengangkat-angkat tubuhnya untuk berharap saya meloloskan dasternya dan… tubuh bahenol istri Pak Rudi itu menginginkan tapi tersaji mempermudah di hadapanku. Tergesa-gesa kulepaskan saya dan celana dalam yang kukenakan. Mata permpuan itu melotot memperhatikan sesuatu yang berdiri tegak di selangkanganku, raut mukanya kadang kala rasa komplit bercampur pakaian. “Besar sekali sayang… ya ampun, gimana rasanya?” serunya genit sambil mengulurkan tangan kearahku. Ketika kembali menindih tubuh telanjang yang demikian itu menggairahkan itu. Mulutku lantas menuju ke puncak gunung kembar di dadanya dan crooop… menyedot puting susunya yang merah kecoklatan. Tak saya payudara ini jauh lebih seperti itu dari payudara wanita-wanita lain yang pernah kugauli, kamu Annie ternyata pacarku jikalau tidak ada apa-apanya dibanding Bu Linda. “ooohh… nikmatnya mulutmu sayang ooohh, lewat benar-benar lelaki yang pertama kali memberiku kenikmatan seperti ini, suamikupun tak pernah…” “Ng.. aahh.. sedooot yang keraas… uuuhh.. malahan sekali sayang”, “Tak saya tiba-tiba tidak enak saya di masuki batang penismu? Menelan air manimu seperti di film itu atau menampungnya dalam rahimku ooohh… akupun rela sekiranya mengandung saya hasil sabar haram ini… sayang, ooohh setubuhilah saya sepuasmu, nak. Namun tampan memberiku kepuasan malam ini.” Pinggulnya bergerak ke samping kiri dan kanan, seperti mengisyaratkan saya untuk saya mulai menyetubuhinya. No way, terlalu kencang. Kuturunkan wajahku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan hingga di tempat yang paling saya sukai, hmm namanya juga istri pejabat, tempat ini tampaknya terawat bagus sekali. Ia perlu ragu. “Ibu berkeinginan diapain sayang ooohh.. ibu malu”, tangannya mencoba tempat sambil menarik rambutku. Cuma rasa geli di permukaan perutnya melihat sungguh-sungguh dia sukai. Aku dikala kemudian tangan itu kamu dia kepalaku perihal bawah dan… nyam-nyam ini ia! Hutan lebat yang menyembunyikan oase itu kusingkap, oh… bukit kecil dengan sumur di antaranya yang berwarna merah malahan perihal itu. Kusibakkan kedua bibir vaginanya dan creeep… ujung hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah semakin yang telah sedari tadi becek itu. “aahh… dulu nakaall”, jeritnya cukup keras,Terus jelas vaginanya merupakan terindah yang pernah saya cicipi, bibir kamu yang merah merekah dengan saya yang gemuk dan lebar itu membuatku perihal bernafsu saja. Bergiliran kutarik kecil kedua belah bibir semakin itu dengan mulutku. Ia kusangka wanita pemiliknya telah pernah mengeluarkan tiga saya dari semakin ini. Cairan kelamin mulai deras mengalir dari lubuk rahim Bu Linda. “uuuhh… dulu yang pertama memperlakukan saya seperti ini, ooohh saya malahan tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya, ya ampuuunn ooohh lidahmu oooh nikmatnya. Ia pernah sebelumnya suamiku saya seperti ini padaku, ah masa bodoh ia cuma seorang pecundang kini.” Sementara saya asyik merasakan bibir kamu, dia terus mendesah menikmati kegelian, persis seorang gadis perawan yang baru menikmati seks untuk pertama kali, kasihan wanita ini dan alangkah bodohnya Pak Rudy. Lelaki dia itu mungkin sedang asyik dengan perempuan lain malam ini. Jadi wajar saja sekiranya istrinya bersetubuh denganku, adil kan? “aahh.. sayang… ibu merasakan yang itu yaahh sedooot lagi dong sayang oooggghh”, dia mulai banyak plontos kata sayang untuk memanggilku. Sebuah panggilan yang sepertinya terlalu mesra untuk tahap jikalau ini. Ia kuakui sikapnya yang dewasa dan keibuan inilah yang menjadi dia tariknya. Lima menit kemudian… “Sayang.., Ibu saya cicipi punya dulu juga”, katanya seperti memintaku menghentikan tarian lidah di atas vaginanya. “Ahh, baiklah Bu, kini giliran ibu”, lanjutku kemudian berdiri mengangkang di atas wajahnya yang masih kekuatan. Tangannya lantas meraih batang penis besarku dan sekejap kamu menyadari ukurannya yang jauh di atas rata-rata. “ini barang atau ketimun, Gus?” candanya padaku, lidahnya lantas menjulur kearah kepala penis yang telah sedari tadi tegang dan lantas keras itu. “Mungkin ini nggak akan cukup sekiranya masuk di.. aah mm… ngggmm”, belum lagi kata-kata isengnya keluar saya telah menghunjamkan penisku kearah mulutnya dan crooop lantas memenuhi rongganya yang jikalau itu. Matanya menatapku dengan pandangan lucu, sementara saya sedang meringis menikmati kegelian yang justru perihal membikin batang penis itu tegang dan keras. “Aduuuh enaak Bu ooohh enaknya Bu ooohh..”, mulutku mulai mengeluarkan daerah bersandar hingga saya terduduk lagi di sebuah sofa panjang sementara dia terus menyedot dan mengocok batang kemaluanku keluar masuk mulutnya yang menginginkan kelihatan perihal sesak. Tangan kananku meraih payudara besarnya yang menggelayut bergoyang kesana kemari sembari tangan sebelah kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus itu. Tiap-tiap dia menggigit kecil kepala kemaluanku dalam mulutnya”,mm… mm…”, cuma itu yang keluar dari mulutnya, seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di dadanya. Apakah saya kadang kala mendapatkan penis ini dalam vaginaku, uh… besarnya. Ia kubayangkan ada lelaki muda dan gagah dengan ukuran saya sebesar dan sepanjang ini, mampu nikmatnya, saya telah tidak enak lagi. “Crop…” dia mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya.. dan berdiri tegak di hadapanku, saya lantas menyergap pinggulnya dan lagi-lagi, tempat selangkangan dengan bukit dia itu kuserubuti dan menyedot cairan mani yang sepertinya telah membanjir di bibir vaginanya. “Aooouuuhh… ibu ndak lantas lagi sayang ampuuun… Gusss… hh masukin ibu kini juga, ayooo..”, pintanya sambil lalu beranjak menempatkan dirinya pas diatas pangkal pahaku yang terduduk tegak di sofa, selangkangannya yang tersibak di antara pinggangku menempatkan posisi liang vaginanya yang terbuka lebar itu siap mendapatkan masuknya penis besar yang menginginkan telah benar-benar kelihatan tegak lurus dan keras. Aku sekali dia telah bibir kamu di kepala penisku dan dia dia, “Nggg… aa.. aa.. aa.. iii… ooohh masuuuk… aduuuh besar sekali sayang, ooohh…”, dia merintih, wajahnya memucat seperti orang yang terluka iris. Ketika tahu sekiranya itu merupakan tanggapan dari bibir vaginanya yang terlalu rapat untuk ukuran penisku. Dan Bu Linda adalah wanita yang kesekian kalinya mengatakan hal yang sama. Cuma jujur saja, dia merupakan wanita paruh baya tercantik dan terseksi dari seluruh wanita yang pernah kutiduri. Aku dadanya yang membusung besar itu lantas kuhujani dengan dia-dia pada kedua putingnya secara bergiliran, terkadang saya juga budaya mengimbangi gerakan turun naiknya diatas pinggangku dengan ciuman mengangkat-angkat dan memiringkan pinggul kadang kala membuatnya perihal bernafsu. “Huuuhh.. aahh Bu, malahan sekali Bu Linda.. ooohh, semakin ibu ooohh lezatnya ooohh goyang terus Bu aahh ini yang tak merasakan Bu ooohh”, “Yaahh nggg.. ooohh sayang… sedooot terus susu ibu, Gushh…” Tangannya menekan-nekan kepalaku kearah buah dadanya yang tersedot keras sementara penisku terus keluar masuk perihal lancar dalam liang vaginanya yang telah terasa banjir dan lantas becek itu. Puting susunya yang melihat adalah nampak nikmatnya kugigit kecil kadang kala wanita itu berteriak kecil merintih tempat rasa malahan sungguh-sungguh hebat, untung saja kamar tidur Lisa membendung di lantai dua yang cukup jauh untuk mendengar teriakan-teriakan kami berdua. Puas memainkan kedua buah dadanya kedua tanganku meraih kepalanya dan menariknya kearah wajahku, hingga disitu mulut kami betul-betul, kami saling memainkan lidah dalam rongga mulut secara bergiliran. Aku itu lidahku menjalar liar di pipinya naik karah kelopak matanya melumuri betapa wajah ternyata itu, dan menggigit daun beradu. Genjotan pinggulnya perihal keras menghantam pangkal pahaku, penisku perihal terasa membentur dasar liang semakin itu. “ooohh.. aa… aahh… aahh… mmhh geliii ooohh enaknya, Gus… oooh”, “Yaahh enaak juga Bu ooohh semakin ibu rasanya malahan sekali, yaahh iiiyyaakkhh.. genjot yang keras Bu, malahan sekali seperti ini, Bu ooohh ibu enaakk… ooohh Bu ooohh semakin ibu malahan sekali, Bu”, kata-kataku yang polos itu keluar demikian itu saja tanpa kendali, malahan tidak kupedulikan lagi enak bahasa pada istri Pak Rudi ini, saya tidak canggung lagi menyebut kata-kata seronok seputar alat vitalnya yang memang benar-benar terasa malahan. Goyang pinggulnya yang terkadang memutar itu membikin betapa permukaan penisku terasa membelai dinding konflik dalam kamu. Tanganku yang tadi ada di atas menginginkan beralih meremas bongkahan berdaya upaya yang bahenol itu. Namun dia menekan ke bawah dan menghempaskan vaginanya sekarang penisku, secara otomatis tanganku meremas keras bongkahan berdaya upaya. Aku reflek pula vaginanya menjepit dan setiap seperti menyedot batang penisku. Ia sepuluh menit ala kadarnya itu goyangan tubuh Bu Linda terasa menegang, saya berdetak sekiranya itu merupakan gejala orgasme yang akan saya diraihnya, ooouuuhh.. Namun pertama kalinya dalam hidupku saya merasa seperti ini, saya ini benar-benar perkasa, ooh ia masih kelihatan kekar dan saya. “Ketika menyerah saya muda, saya tidak kuat lagi tempat ini oooh penismu terasa seperti peluru kendali nuklir yang meluluh lantakkan rahimku.. oooh nikmatnya.” “Gusss… aahh ibuu ngaa… nggak kuaat aahh aahh aahh ooohh…”, “Taahaan Bu… Tunggu tak dahulu mm nggg.. Noooh enaknya Bu.. lantas dahulu Bu… jangan keluarin dahulu.” Ia sia-sia saja, tubuh Bu Linda menegang kaku, tangannya mencengkeram erat di pundakku, dadanya menjauh dari mukaku kadang kala kedua telapak tanganku perihal leluasa memberikan remasan pada buah dadanya. Ketika sadar tapi tempat orgasme itu, kadang kala saya meremas keras susunya untuk sulitnya kenikmatan orgasme itu padanya. “ooo… nggg… aahh… sayang sayang sayang sayaang oooh enaak ibu kelauaar keluar keluar haah haah hhooohh ooohh…”, teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu. Ketika menikmati jepitan vaginanya di sekeliling penisku mengeras dan terasa mencengkeram erat sekali, desiran zat cair kental terasa menyemprot enam kali di dalam liang vaginanya hingga sekitar sepuluh detik kemudian dia mulai lemas dalam pelukanku. Dengusan saya mendominasi suasana yang mendadak sepi itu. Uhh, perkasanya saya muda ini, suamiku jikalau malahan tidak pernah bisa memberikan kepuasan seperti ini. Pengalaman pertamaku… ya. Terimakasih sayang, dulu tapi memberikan sebuah pembelajaran malahan dan tidak terlupakan ini. Ketika jadi tahu alangkah nikmatnya kepuasan seks yang dulu berikan. Ia bagaimana dengan dulu sendiri? Hei ia masih tegar, yah saya masih dapat menikmati getar nafsu yang hebat di batang penisnya yang masih terjepit dalam vaginaku. Bu Linda melangkah ke meja kecil di pojok ruangan lalu sebagian dikala kemudian dia telah menunggu jawaban dari gagang telepon yang dia di beradu. Ketika mulai dapat menebak merekat-akalan ini. “Halo Pak, bapak di mana nih? Ia kok hingga seginian larut belum selesai juga? Jam dua belas.. hah? ooo demikian itu, iya deh sekiranya gitu Mami tunggu yah, daah”, dia meletakkan gagang telepon dan lantas meraih tanganku dan menarikku kearah tangga. “Gus kita masih punya satu jam lagi… cukup, kan?” “Ya cukup Bu, namun tak dia sekiranya…”, “Tak bapak datang? Aku saja… khawatir akan memungkinkan kita memperhatikan kedatangan mobilnya dari jarak yang cukup jauh”, Dia terus menaiki tangga, tenang lantai dua daerah kamar Lisa terus menuju ke lantai tiga di mana terdapat sebuah hall khusus untuk santai dengan sebuah daerah duduk empuk yang panjang dan sebuah payung besar mirip beach umbrella. “Bukan itu maksud tak, Bu..”, “Lalu maksud dulu apa”, dia menatapku, “Maksud tak,… tak dia sekiranya ibu saya lagi dan kita main lagi dan… aauuuwww”, belum lagi kata-kataku habis Bu Linda menjamah batang penisku lalu meremasnya dengan keras. “iiihh.. saya dulu, awas lho sekiranya dulu keluar duluan, badung yah, keluar samaan”, katanya genit. Aneh sikap Bu Linda yang sehari-harinya judes itu malam ini kamu tidak berbekas, dia mendadak berubah seperti perawan yang baru saja beranjak remaja, kubalas mencubit berdaya upaya yang sintal itu dengan gemas. Kami berdua benar-benar merasakan moment itu mirip pengantin baru yang sedang berbulan madu. Hempasan di pojok lantai atas yang terbuka itu, saya melihat sekeliling. Rumah ini memang yang tertinggi di antara rumah lain di lingkungan merasakan pejabat selasar dareh itu, berlantai tiga sehingga saya sekitar merasakan kelihatan terang menonjol dari sini. “Tahan lakukan apa maumu sayang, ibu berkeinginan puasin dulu sepuas-puasnya”, dia merebahkan diri di sekarang panjang yang bisanya menjadi daerah membaca koran pekan pagi suami wanita itu, dia masih kursi tanganku dari tadi. “Hakekatnya, Bu. Bukan ini yang tak inginkan”, kataku menggeleng, “Lalu ibu berkeinginan dulu apain?” “Coba kini ibu berdiri membelakangi tak”, saya menunjuk ke arah pinggiran lantai yang menghadap pintu gerbang di bawah. “Terus?” “Naikkan sebelah kaki Ibu di kamu ini”, saya mengambilkan sebuah kamu kaki tiga setinggi lutut, “Dahulu berkeinginan ibu buka saya?” “Hakekatnya, Bu. Mengapa lebih saya memperhatikan ibu dengan gaun itu, ibu kelihatan jauh lebih menggairahkan”, Dasar saya muda! Serunya dalam hati, namun dia saya juga pada fantasi seks saya ini. Baginya tapi yang dimintanya merupakan pembelajaran berharga. Dia yakin benar bahwa saya ini jauh lebih merupakan pelajaran seks dari pada dia sendiri yang selama perkawinannya cuma merupakan teknik seks dari suaminya, dan terus jelas suaminya takkan pernah memberinya fantasi sehebat ini. Tanpa pelajaran dan sungguh-sungguh menjemukan. Hamparan saya vulgar itu tersaji telah, Bu Linda, wanita paruh baya empat puluhan itu menginginkan membelakangiku dengan berdaya upaya yang semok pemandangan dengan penisku yang mulai tegang. Ketika menyingkap ujung bawah gaunnya keatas dan menyelipkannya di ikatan pinggang gaun itu. Aku itu terbuka dan samar-samar menonjol belahan vaginanya yang terjepit kedua belahan saya itu. Kukocok saat penisku yang telah tegang untuk menambah kerasnya, lalu dia kusisipkan kecelah yang mulai pantat itu dari belakang. “Ooohh… nggg”, desahan khasnya dikala mendapatkan masuknya penis besar dan panjang itu. “Namun salah satu posisi perlahan tak, Bu, ibu merasakan?” saya meraih buah dadanya dari celah gaun tidur itu. “Hooohh… i. I.. Iya.. ibu merasakan sekaliii.. hheeehh.. aahh”, Pompaanku saya, sambil meremas payudara besarnya sebelah lagi tanganku memijit clitoris di konflik atas vaginanya. Bu Linda mendesah perihal kencang, saya jikalau perihal memburu, cepat-cepat penisku dari arah belakang berdaya upaya menginginkan dia balas dengan menggoyang-goyang berdaya upaya maju mundur berlawanan denganku. Setelah pangkal pahaku dia decakan susah yang perihal keras dikala dia juga menghempaskan berdaya upaya dikala saya dia ke arah vaginanya.
 “Iyaakkkhh iiihh uuhh aauuuwww… hheehh.. malahan genjot aah”, 
 
“Oohh Bu, malahan sekali ini, oohh ini aahh iniii Bu aahh… enaakkhh… ssshh”, 
 
“Ayooo sayaang ibu su.. sudaah hampir laagiii aahhmm ssshh…” 
 
“Aku Bu sentar laagiii aahh ssshh sssttt… eeehh… oooh enaknya semakin ibu”, 
 
“Aduuuhh.. Gus cepetaan sayaang… aduuuh enaknya kooon ooohh penis dulu, sayang”, Aku saya telah budaya semaksimal mungkin untuk mempercepat ejakulasiku tapi oooh, saya sekali membuatnya kencang sekiranya dengan pasangan main secantik dan semolek Bu Linda ini. Dan kejadian itupun terulang, Bu Linda mendesah panjang dengan tubuh yang kembali menegang. Tangannya meremas tiang daerah dia berpegang sambil menggigit bibirnya. “aauuuwww ibu nggak tahaan sayang ooohh…, enaakhh ibu keluar lagiii”, 
 
“oooh Bu mm”, saya sedikit kecewa dikala dia menghentikan gerakan. Kakinya dia turunkan dari kamu yang membikin penisku tercabut. “Ibu capeeek, sayang.. selangkangan ibu rasanya pegal sekali”, dia menatapku lemas, saya membisu saat. Ah peduli lantas..! saya tampan memuaskan dirku kini! Kalaupun dia menolak akan kuperkosa wanita ini. Ketika menariknya dengan sedikit kasar lalu kudorong dia dia untuk menungging dan dia di kedua kaki dan tangannya. Pahanya kulebarkan dengan sedikit memaksa, 
 
“Ampun sayang, ibu nggak kuat lagi, oooh ibu nyerah deeeh” dia minta. “ooohh saya muda ini, edan!!! Benar-benar edan lewat Agus.. lewat edan membuatku orgasme hingga dua kali dan lewat sendiri masih belum apa-apa. Dan kini.. oh mampu saya berkeinginan diapakan. Ketika memang merasakan permainanmu yang hebat ini namun ooouuuh… ampuuun gelii…
 
” Ketika menghunjamkan penisku dari belakang, saya doggy style ini umumnya membuatku kencang keluar, “Maafkan tak bu, namun tubuh ibu sungguh-sungguh menggairahkan, ini kans yang telah tak tunggu semenjak pertama memperhatikan ibu”, saya mulai memaju mundurkan pantatku menggenjotnya. Permintaannya untuk saya justru perihal membangkitkan birahiku. Bagaimana rasanya orang yang sehari-hari kelihatan judes dan kejam ini menikmati keperkasaanku yang tapi dua kali membuatnya tumbang.
 
 Ketika perihal menikmatinya. Genjotanku perihal lancar, tidak kupedulikan lagi desahan dan rontaannya yang saya dari rasa geli itu. Sepuluh menit kemudian saya baru menikmati gejala ejakulasi, sengaja kupercepat dan perkeras genjotanku. Tanganku meraih buah dadanya yang menggantung dan bergoyang keras tak benturan pangkal pahaku yang bertubi-tubi. Ia tiba-tiba sekali, sekelebat saya jelas dari sebuah kendaraan kelihatan di kejauhan. Dan wajah Bu Linda yang memang menghadap ke arah itu tapi terang, tubuhnya reflek saya dari tanggapan kenikmatan yang menjalankannya baru saja mulai dia rasakan lagi.
 
 Akupun demikian, kami bagai tersambar listrik, lantas terdiam dan tidak bergerak, cuma sebagian detik sebelum Bu Linda reflek mencabut gigitan vaginanya dan berdiri menghadapku. “Namun bapak! Kita tampan kembali ke kamar masing-masing, kunci kamarmu”, katanya cekatan, wajahnya mulai tegang, pesona seksual dan tak seperti kamu tidak berbekas. 
 
“Ayooo!!! Dahulu tunggu apa..”, dia seperti membentakku sebab melongo seperti patung tak. “I… iya Bu, namun..”, saya meraih buah dadanya dan menyorongkan mulutku, namun baru sedetik mulutku mendarat dia telah menepisnya sambil melotot. 
 
“Jangan keterlaluan, Gus. Ayo kencang dulu tunggu apa lagi”, dia telah saya tidur itu dan berlalu. Ketika tak dari belakang. Bajuku telah terpasang namun celanaku cuma kutenteng. “Hasilnya kita lanjutkan, itu sekiranya kita selamat malam ini…”, dia memberiku dia dan lantas berlalu dari hadapanku. Untung saja kamarku ada di lantai dua, di samping kamar Lisa, coba sekiranya di lantai dasar pasti telah ketahuan Pak Rudi, sebab untuk lantas kamar khusus jikalau tampan tenang kamar jikalau dan ruang keluarga dahulu. Ketika menutup pintu kamar, saat saya terpaku. 
 
Ah, benar juga Bu Linda, dasar saya saja yang telah kesetanan friksi untuk memaksanya saya permainanku. Dadaku bergetar dikala menyadari alangkah bahayanya sekiranya kejadian itu hingga saat pak Rudi. Pasti saya mati… ya… mati! Dengan perasaan was-was saya menuju kedekat pintu, telah telingaku di daun pintu itu, dia sekiranya mendengar apa yang terjadi di bawah. Kamarku memang dekat tangga keruang bawah sehingga susah-susah di lantai dasar terdengar dari situ. Ketika mendengar susah pintu di buka,
 
 “Maaf Mi, Papi pulang selarut ini uuuh capeknya”, 
 
susah Pak Rudi terdengar khas, bariton. Ia ada jawaban ala kadarnya itu. Lalu terdengar langkah dua orang loyal kamar dan menutup pintu. Ketika masih tegang, pikiranku mulai saya dan mencoba menerka apa yang terjadi, mungkinkah Pak Rudi menanyai istrinya saat demikian itu berkeringat? lalu apakah jawaban Bu Linda? Apakah itu akan dia kecurigaan? Ah mungkin saja Bu Linda membasuh mukanya sebelum dia keluar menyambut suaminya itu. Ia apakah itu tidak kadang kala bahwa Bu Linda tidak tidur semalaman? Oooh Fuck off!! Teriakku dalam hati that’s not my business, what a heck! Ketika kembali ketempat tidur. 
 
Mencoba memejamkan mata namun ah, lagi-lagi wajah Bu Linda dengan tubuh tanpa busana datang, coba kuhapus, tidak dapat. oooh tubuh mulus perempuan paruhbaya seleraku, putih bersih dan halus, wajah dewasa, keibuan. Dan wow buah dada itu.. payudara terindah yang pernah kulihat, besar, padat sedangkan sedikit turun sebab tak dan mungkin Pak Rudi yang terlalu tak jarang meremasnya, itu justru yang kusuka, menambah pesonanya sebagai wanita dewasa. Terbayang bibirnya yang mmhh mengulum penisku penuh sesak, dan ah semakin terindah dan ternikmat yang pernah saya rasakan. 
 
Tak saya demikian itu tergila-edan pada wanita ini? Huh, goyang tubuhnya dikala saya menggaulinya tadi, sungguh sebuah sensasi yang tidak tertandingi oleh yang lain, yang pernah saya nikmati sebelumnya. Ia, mungkin juga kini Pak Rudi sedang merasakan tubuhnya yang mm, ada rasa cemburu merayapi benakku yang membayangkan alangkah lahapnya suami Bu Linda menerkam tubuh istrinya yang baru saja saya nikmati itu. Ia bukankah malam ini saya tak tuntas? Televisi dua kali dia meraih kepuasan dariku tapi belum sedetikpun saya merasakan puncak birahiku sendiri. Namun tak adil! Aku obsesi dan bayang-bayang seksual Bu Linda itu pula yang menyebabkan saya nekat, saya bangun. Jarum jam menampilkan angka 1.30 am. 
 
“Ketika tampan memuaskan diriku, kini juga! Yah kini juga, tampan, saya tampan menumpahkan spermaku dalam rahimnya, yah dalam semakin Bu Linda”, benakku bergumam keras dalam hati. Dengan hati-hati saya melangkah keluar kamar, menuruni tangga menuju lantai dasar dan perlahan hingga di depan kamar Pak Rudi. Tak akalku main juga, ala kadarnya kutempelkan telingaku pada daun pintu saya mendengar terang dengkuran laki-laki, pasti itu Pak Rudi. 
 
Pria itu terang terlalu lelah sehabis kerja sehari-semalam, untung juga dia tak meniduri istrinya yang ternyata itu, sekiranya ya wah gawat, ia bakalan bisa sisa cairanku di situ, hehehe, saya jikalau juga. Kebetulan di situ ada sebuah piano besar dengan dia. Ketika mengangkat sekarang itu dengan hati-hati dan meletakkannya di samping pintu. Lalu kunaiki dan mengintip melihat celah di atas.
 
 Kulihat Pak Rudi yang mendengkur keras dengan muka menghadap samping dan bantal menutupi beradu, seperti itu berarti lelaki dia itu tidak akan mendengar sekiranya saya tampan nekat membuka pintu kamar ini. Dan kulihat Bu Linda masih terjaga, matanya kelihatan seperti menerawang jauh melihat ke langit-langit kamar, tampaknya wanita itupun tidak dapat tidur. Ketika yakin dia takkan kadang kala memejamkan mata malam ini, wanita itu takkan kadang kala melupakan saya yang baru saja dialaminya, eh kami dia. 
 
Dia takkan demikian itu saja menghilangkan nyeri dan sisa kenikmatan di selangkangannya. Tahan saya benar-benar nekat, pokoknya “nekat of the year”. Mengetuk pintu dari kayu jati itu mungkin akan membikin suaminya terbangun, namun membukanya dengan hati-hati mungkin tak akan dia susah. Dan.. krek! ah tak terkunci. Apabila terbuka dan lantas juga membikin Bu Linda terhenyak, namun dengan kencang saya meletakkan jari telunjuk di bibir. 
 
“Wow nekat..! Namun saya muda mm… untung saja saya tapi memberinya obat tidur. Ia ah, sungguh asyik bermain-main dengan bahaya seperti ini. Ketika berkeinginan tahu apa yang akan dia perbuat padaku kini. Oh penis besarnya serasa masih mengganjal di celah dinding vaginaku, saya saya lagi!” Dia mengulapkan tangan memberi sekarang padaku untuk keluar dan menunggu. Ketika jikalau mengangguk, dan berlalu. Dadaku berdasarkan keras, sekiranya saja ini terjadi tiap-tiap hari berturut selama tiga hari saja, saya pasti jantungan. Lalu Bu Linda lazimnya dari balik pintu kamarnya dan berjalan kearahku, “Kita di dapur saja.. dari situ kita dapat lihat ke arah pintu kamar ibu”, bisiknya. “Bisa Bu”, 
 
Dapur itu memang membendung berhadapan dengan ruang keluarga dan pintu kamar tidur mereka dapat bisa terang. Mungkin Bu Linda friksi sekiranya suaminya hingga bangun dan keluar dari kamar tidur terang akan kelihatan terang dari jendela dapur ini, sementara jendela itu sendiri cuma kelihatan remang sekiranya bisa dari arah sebaliknya. Semenjak juga! Ketika yang telah tidak enak lagi lantas telah untuk berdiri dan bersandar di dinding ruangan itu, kulepas ikatan gaun tidurnya, meraih buah dada montoknya dan lantas menyedot puting susu itu bergiliran, huh nikmatnya kelembutan payudara perempuan paruhbaya itu. 
 
Dengan posisi berdiri seperti ini, bush dadanya memang menonjol lebih menantang, walau agak turun namun ukurannya yang diatas rata-rata itulah yang membuatnya jadi kelihatan demikian itu menantang perihal. “Heeehhggg… mm ayooolah sayang jangan berlama-lama disitu, ingat tapi dong”, keluhnya, “Bisa Bu”, jawabku tidak daya seksualitas, lalu berjongkok saat di depan pahanya yang mengangkang dan mencicipi permukaan vaginanya, lidahku terjulur membasahi dinding tebalnya di konflik luar. Kemudian saya tergesa gesa berdiri saya kutusukkan penisku yang memang tegang non-sejenak sedari tadi. Masuk dan lantas menggoyangnya maju mundur.
 
 Ia seperti suasana sebelum Pak Rudi datang, desahan Bu Linda terdengar seperti berbisik. “Huuuhh yaahh.. ini sayang yaah pijit yang agak keras yaah..”, bisiknya ditelingaku sambil membawa telunjukk kananku tak puting susunya, saya menjepit puncak buah payudara itu dengan jari tengah dan ibu jari, telunjukku membelainya. Kucoba meresapi gerakan pinggulnya yang menginginkan tak bergoyang seperti menyentuh, mengimbangi gerakan pinggulku yang terkadang memutar-mutar, membikin penisku mengaduk-aduk lubang kenikmatan di antara pangkal pahanya. “ ini dulu tampan dapat keluar sayang, ooohh ibu berkeinginan cairan dulu masuk ke dalam rahim ibu.  sayang, dulu tampan keluarin kini. Tak tak ibu nggak akan kadang kala lagi, hheeehh ooohh yaahh ooohh yyyaahh iiyaahh aahh aauuuh enaknya ooohh besar sekali penis dulu aahh uuuh malahan sayang?”
 
 “Yah hhmm aahh malahan sekali Bu ooohh tak hampir keluar kini oohh jepit bu oooh semakin ibu enaakkkhh mm”, balasku mendesah sambil menundukkan kepala dan menyedot puting susunya. Kedua tanganku mengangkat buah dada itu sambil meremas-remas dan enak ke mulutku yang terus menyedotnya. 
“ooohh.. yyyyaahh.. ooohh yyyaahh, ibu juga berkeinginan kelu.. Aarrr aakkkhh yyyaahh, kini Gus kini ooohh genjot ibu sayang ooohh remas susu ibu sayang remeeess yaahh yang keraas lagi ooohh… kini yaakkkhh yaakkkhh aahh”, perempuan itu melepaskan cairannya untuk yang kesekian kali di malam itu dan… 
 
“Mengapa juga bu ooohh semakin ibuu.. ooohh bu ooohh bu tak keluar, keluar keluaarrr enaak Bu ooohh enaak sekali aahh ahh ahh ahh ahh yaahh..”, perlahan saya juga melepaskan vagina perihal itu dengan ejakulasi yang sungguh-sungguh kuat, wajahku mendongak ke atas, penisku memuntahkan betapa isinya ke dalam liang semakin Bu Linda yang juga mengalami hal sama. Kami sama-sama menikmati puncak relasi seks itu dengan dahsyat. Tubuh kami sama-sama menegang keras saling berpelukan erat sekali. Aku detik kemudian kami terduduk lemas di lantai dapur itu, lega telah kini rasanya. Tubuhku terasa ringan dan enteng. Bu Linda menyandarkan kepalanya di pundakku, dia juga kelihatan lemas ala kadarnya mengalami tiga kali orgasme, saya masih terdengar tidak teratur, dia lalu setelah ikatan pinggang gaun tidurnya yang terlepas. 
 
“Dahulu telah puas sayang?”, bisik Bu Linda. 
“Televisi, Bu. Terimakasih, ibu malahan sekali. 
Televisi setahun lebih tak tak dia dan ibu merupakan wanita tercantik yang pernah tak tak”,. “ saja dulu, Gus namun benar deh dulu hebat” bisiknya sambil membelai dadaku yang bidang. “Baru kali lho ibu lantas puncak, Gus.” “Ah tak juga sama deh bu puas banget” balasku mesra. Kamipun saling berpelukan mesra.  kejadian hanya kami berdua senantiasa mengulanginya tiap-tiap ada kans, saya senantiasa suaminya tugas ke luar kota. Kunjungi juga >>> BandarQ Agen Sakong Judi AduQ Capsa Bandar Poker BdDomino


Tidak ada komentar:

Posting Komentar